Selasa, 20 Januari 2015

Esai LPDP (1)

PERANKU BAGI INDONESIA
ESAI


Bagimu, Indonesiaku


Setiap orang berperan sesuai dengan kemampuan dan bidangnya masing-masing: Seorang insinyur dapat berperan dalam pembangunan, seorang dokter dapat berperan dalam membentuk masyarakat yang sadar akan kesehatan, seorang ulama dapat berperan dalam mengajak masyarakat pada kebaikan, dan sebagainya. Oleh karenanya, seorang pasien lebih baik tidak diobati oleh petani dan masalah listrik tidak diserahkan kepada seorang dokter, begitu pula sebaliknya. 

Indonesia adalah negara yang besar; sumber daya alam, sumber daya manusia, dan wilayahnya. Adanya hal tersebut, secara otomatis, berimplikasi pada kebutuhan untuk mengelola dan memanfaatkan ketiga hal tersebut untuk menjadikan Indonesia negara yang makmur dan sejahtera. Meskipun demikian, tidak selamanya potensi tersebut serta merta menjadikan Indonesia negara yang makmur dan sejahtera. Sumber daya alam melimpah yang tidak diiringi dengan ketersediaan ahli yang memadai dalam bidangnya masing-masing, potensi yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia yang demikian besar belum dimanfaatkan secara optimal, dan sebagainya, merupakan beberapa hal yang sampai saat ini masih menjadi pekerjaan rumah bagi bangsa Indonesia. 

Berbagai masalah tersebut dapat diselesaikan jika masing-masing diri kita, termasuk saya sendiri, menyadari bahwa kita dapat ikut berperan untuk menjadikan Indonesia makmur dan sejahtera, sekecil apapun peran tersebut. Saya akui, sulit untuk menerapkan ilmu yang saya peroleh dalam perkuliahan yang hasilnya bisa dapat dirasakan secara langsung bagi kemaslahatan bangsa Indonesia dan dapat dilihat secara kasat mata. Bidang ilmu humaniora yang abstrak, seperti sastra yang saya tekuni, mungkin manfaatnya tidak terlihat secara fisik, tetapi saya yakin, setiap ilmu pasti bermanfaat dan dari situlah saya yakin dapat berperan bagi Indonesia. 

Hal ini membuktikan bahwa mengambil peran bagi Indonesia adalah soal pilihan. Seorang petani, jika ia bersungguh-sungguh, akan mencari cara agar ia dapat berperan bagi kemajuan pertanian Indonesia, seorang yang menekuni sastra akan berusaha sekuat tenaga untuk dapat memberikan kontribusi bagi kemakmuran Indonesia dengan cara apapun.  Atas keyakinan tersebutlah, saya berani untuk ikut serta mengambil peran bagi Indonesia.

Keyakinan bahwa semua ilmu pasti bermanfaat, sebenarnya, sudah cukup untuk meyakinkan saya dalam memutuskan untuk ikut berperan bagi Indonesia. Meskipun demikian, penjelasan secara konkret tentang manfaat tersebut lebih baik tetap diberikan untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat luas bahwa sastra, bidang yang saya tekuni, sebenarnya, juga dapat memberikan peran bagi Indonesia. Penjelasan tersebut, pada sisi lain, juga mencegah adanya kesalahpahaman yang mungkin terjadi akibat pemahaman yang belum memadai tentang peran sastra bagi Indonesia.

Seorang sastrawan dapat menawarkan perubahan yang ia sampaikan dalam bentuk gagasan yang tersirat dalam sebuah narasi cerpen dan novel atau bait puisi. Sebagai contoh, dalam masa resistensi terhadap zionis Israel, rakyat Palestina seringkali menyuarakan yel-yel “Sajjil Ana al-Arab!” yang berarti “Catatlah, Aku orang Arab!”. Pada mulanya, yel tersebut merupakan sebuah puisi yang diciptakan oleh Mah}mu<d Darwi<sy, seorang penyair Palestina, sebagai salah satu bentuk perlawanan terhadap penjajahan yang dilakukan oleh zionis Israel atas tanah Palestina. Hal tersebut cukup menjadi bukti bahwa kekuatan kata-kata yang ada dalam sebuah karya sastra –dalam kasus di atas, puisi- dapat mempengaruhi dan menggerakkan massa secara masif serta berpotensi memberikan perubahan atas keadaan yang sedang dialami.

Mengambil peran bagi Indonesia, selain soal pilihan, sebenarnya, juga merupakan kewajiban seorang warga negara sebagai anak terhadap Indonesia sebagai Ibu pertiwi. Oleh karenanya, kewajiban terhadap Ibunya tersebut telah melekat dalam diri si anak sejak ia dilahirkan ke dunia ini. Seorang Ibu senantiasa merawat kita dari kecil hingga dewasa, Indonesia juga telah dan sedang melakukan hal yang seharusnya dilakukan: memberikan perlindungan, mengayomi, mendengar keluh-kesah, dan sebagainya. Meskipun demikian, alangkah lebih baiknya jika kita menyandarkan kesadaran untuk berperan bagi Indonesia bukan dikarenakan hal yang telah dilakukan Indonesia bagi kita, tetapi atas sebab bahwa sudah semestinya kita berperan bagi Indonesia, tanpa harus mencari sebuah alasan. Begitu pula dengan “anak-anak” Ibu pertiwi lainnya. Dengan demikian, kesadaran rakyat Indonesia untuk sudah semestinya berperan bagi Indonesia akan terbentuk dengan mudah tanpa terus bertanya, “apa yang telah Indonesia lakukan untukku?”, tetapi, “apa yang telah kuberikan bagi Indonesia?”.


0 komentar:

Posting Komentar